Penafsiran Hukum

Selamat malam, readers 😄
Malam ini saya mau share tentang Penafsiran Hukum. Semoga bermanfaat..

Ada beberapa macam cara untuk menafsirkan hukum, yaitu :
     1. Penafsiran Tata Bahasa (Grammatikal)
       Penafsiran yang berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti-arti tiap kata dan hubungannya satu sama lain dalam suatu kalimat yang dicari menggunakan kamus atau jika belum ketemu artinya, bisa mengaitkan kalimat tersebut pada UU yang lain. Contoh : Dilarang memarkir kendaraan di depan pintu.

     2. Penafsiran Sahih
      Penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata sebagaimana yang diberikan pembentuk UU. Misalnya: “Malam” dalam Pasal 98 KUHP adalah antara matahari terbenam dan matahari terbit. (terdapat dalam ketentuan umum suatu UU).

     3. Penafsiran Historis
         Maksud sejarah UU-nya dari pembuat UU pada saat UU itu dibuat. Sejarah hukumnya ditelusuri berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut, dari memori penjelasan, laporan-laporan perdebatan di DPR, dll.

     4. Penafsiran Sistematis (Dogmatis)
         Penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam UU tersebut, dll. Misalnya: Asas monogami dalam Pasal 27 KUHPerdata menjadi dasar Pasal 34, 60, 64, 86, dan 279 KUHPerdata.
 
     5. Penafsiran Nasional
         Penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku. Misalnya: Hak milik dalam Pasal 570 KUHPerdata ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia.
6. Penafsiran Teleologis (Sosiologis)
 
     6. Penafsiran Teleologis (Sosiologis)
         Penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan UU itu. Bisa terlihat dalam ketentuan menimbang dalam UU, atau batang tubuh UU, atau dalam penjelasan umum UU.

     7. Penafsiran Ekstentif
         Penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan itu, sehingga suatu peristiwa dapat dimasukannya. Misalnya: “Aliran listrik” termasuk juga “benda”       

     8. Penafsiran Restrektif
         Penafsiran dengan membatasi (mempersempit) arti kata-kata dalam peraturan itu. Misalnya: “Kerugian” tidak termasuk kerugian yang tidak berwujud.

     9. Penafsiran Analogis
         Memberikan tafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga sesuatu peristiwa yang sebenar-benarnya tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sama dengan bunyi peraturan tersebut. Misalnya: “Menyambung” aliran listrik dianggap sama dengan “mengambil” aliran listrik.

   10. Penafsiran a Contrario
         Menafsirkan UU dengan menemukan kebalikan dari pengertian dari istilah yang dihadapi. Misalnya: tiada pidana tanpa kesalahan.

Sekian, mohon maaf jika ada kekurangan. Terima kasih.

Komentar

Postingan Populer